20 Feb 2012

Maafkan Aku yang Membuatnya Menceraikanmu

Pusara itu hanya tertanda oleh sebuah patok kayu. Ya, Allah menyukai kesederhanaan, dan Rasulullah juga menyuruh kami untuk tak mengikuti nenek moyang di Mekkah dalam penguburan. Kucoba seka air bening dari mata indahku ini sambil terus menatapi gundukan tanah berdebu, yang baru saja menutupi jasad suamiku, Az Zubair.



Anak Jarmuz mengkhianati pemimpin pasukan

Suatu hari tanpa perlawanan

Hai ‘Amr, jika kau beritahu, dia akan siaga
Tidak akan gemetar jiwa dan tangannya
Berapa banyak kesulitan dilewatinya
Dia tidak akan tercela, wahai orang yang akan disiksa
Demi Allah, kau telah membunuh seorang muslim
Layak engkau dihukum, pembunuh dengan sengaja


Syair yang sempat kubuat itu. Aku tahu, mungkin orang-orang melihatku sebagai perempuan kuat. Tak hanya Az Zubair yang pergi di sampingku. Abdullah bin Abu Bakar, lalu  Zaid bin Khatab, kemudian Umar, saudara Zaid. Ya, Az Zubair adalah lelaki keempat yang pergi saat statusnya menjadi suamiku. Tapi kali ini berbeda. Rasanya sangat berbeda. Aku mengingat seorang perempuan yang hadir pertama kali dalam kehidupan rumah tangga Az Zubair. Aku ingat itu. Dia, perempuan yang ikut mencemburuiku. Dia yang tak beda dengan perempuan lain di Madinah ini. Dia yang sempat membuatku heran kenapa begitu istimewa dalam pandangan salah satu ayah mertuaku. Dia yang dulu juga adik iparku, dan dia yang sempat jadi maduku.

Kakiku hendak beranjak pergi ketika kusadari perempuan yang sedang kuingat ada di depanku. Aku yang sedang berkabung tak mampu mendekatinya. Ya, aku sangat sedih. Teramat sedih. Bagaimana tidak? Az Zubair yang terus memanjaku, teramat memperhatikanku, kini pergi. Ah, dia, Asma', pasti tak terlalu sedih sepertiku. Ya, dia tak terlalu banyak menghabiskan waktu bersama Az Zubair seperti aku melakukannya. Dia terlalu sibuk dengan anak-anak dan kurmanya. 

"Innalillahi wa innalillahi raji'un, semoga kau tabah, wahai, Atikah putri Zaid. Aku tahu, kau kuat," ucap perempuan yang sedang kupikirkan terhadapku. Ya, dia mengucapkan hal itu dengan ringan, padahal yang terbaring itu adalah suaminya juga! 

"Begitupun kau, aku tahu, kita sama merasakan.." sahutku tak dapat berlanjut. Air mataku kembali keluar dan dadaku kembali sesak.

------

Waktu terus berlalu, hingga masa iddahku berakhir. Dan pada suatu masa akupun menikah dengan Hasan bin Ali. Ya, aku menikah lagi, setelah gagalnya rencana pernikahanku dengan salah satu dari empat pemimpin utama Islam setelah rasulullah saw. Aku tak jadi dinikahi 'Ali bin Abi Thalib. Aku takut, khawatir, sebuah rasa yang wajar karena pengalamanku ditinggal 'pergi' suami-suamiku di medan perang. Sayang sekali, 'Ali bin Abi Thalib lebih mencintai medan perang. Mungkin itu jalannya. Dan di sinilah aku, menjadi pengantin bersama Hasan bin Ali. Sementara Asma', tak kudengar bahwa ia menikah lagi. Kudengar ia hanya ingin menjadikan Az Zubair sebagai suami.

Putriku, Sabarlah. jika seorang wanita mempunyai suami yang shaleh dan dia meninggal, lalu wanita itu tidak menikah setelah itu, mereka akan dipersatukan kembali di surga.

Mendadak perkataan ayah mertuaku, Abu Bakar, terngiang. Kata-kata itu pernah disampaikan Asma', dan aku mendengarnya. 

TES! Aku bukan tak sadar airmataku mengalir. Sungguh, aku iri dengan Asma'. Aku seharusnya ingat ia tangguh, perempuan tangguh. Ia diizinkan bekerja oleh Az Zubair, sedangkan aku? tidak sebebas Asma'. Maafkan aku, Asma'. Aku membuatnya menceraikanmu. Maaf, maaf. 

*based on true story, kisah Asma' binti Abu Bakar, Atikah binti Zaid, dan Az Zubair bin Awwan*

-Sya- Penulis tamu Catatan R10

10 komentar:

  1. hiks....
    terharu dalam melodi rasa.
    :P

    BalasHapus
  2. cerita sejarah yg dibuat versi cerita pendek ataupun novel enak dibaca daripada buku sejarah yg kaku

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup, jadi pembaca makin terhanyut dgn tokoh-tokohnya :)

      Hapus
  3. aku pikir, aku gak kepengen ketemu siapapun yang pernah deket sama aku di akhirat. yaaaa... menyakitkan hati semuanya. soal nikah kuserahkan pada Allah sajalah, yang penting sudah ada yang nemenin di hari tuaku nanti. Insya Allah anak-anakku, semoga mereka berbakti. Sejauh ini masih saling berhubungan baik kok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Allah akan menolong hamba-Nya yg sabar mbak... jadi tak perlu khawatir mati sendirian... krn Dia akan menolong kita :)

      Hapus
    2. jangan khawatir mati sendirian <<< wew rio serem ajah bicaranya

      Hapus

Berkomentarlah yang baik dan sopan serta tidak mengandung link terlarang. FYI terhitung sejak 27 Mei 2014 R10 membuka kembali kotak komentar setelah bersih-bersih blog dengan menghapus 1000 lebih posting menjadi hanya sekitar kurang dari 300 pos.

Ini karena R10 ingin blog ini bersih dan hanya posting hal yang dirasa bermanfaat.

Mohon maaf bila tak semua blog R10 kunjung balik. Sesempat waktu yang dimiliki saja.

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.